Model-Model Kepemimpinan Masa Lalu

1.        Model  Kepemimpinan Kontingensi Fiedler

Model  situasional pertama oleh Fred Edward Fiedler (1964) dosen di University of Illinois dan sebagai Professor di University of Washington. Dalam kepemimpinan menegahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan suasanan kerja yang produktif. Bukti – bukti empiris model kepemimpinan Fiedler didasarkan lebih 50 studi dari bermacam macam pemimpi. Sampai seberapa tinggi pemimpin dapat memprediksi dan menentukan apa yang akan dilakukan kelompok, dan keluaran apa dari tindakan  pemimpin dan seperti apa keputusan yang akan diambilnya.

Menurut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah situasi menguntungkan bagi pemimpin atau tidak. Ketiga variabel utama tersebut adalah : hubungan pribadi pemimpin dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin-anggota); kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk dilaksanakan (struktur tugas); dan kekuasaan dan kewenangan posisi yang dimiliki (kuasa posisi).[1]

Teori kontingensi menurut Yukl (2010) membahas berbagai aspek kepemimpinan yang diterapkan pada situasi tertentu saja, tetapi tidak tidak untuk situasi yang lain. Teori kontingensi juga bisa deskriptif dan preskriptif. Teori kontingensi yang deskriptif membahas perilaku yang paling efektif dalam setiap jenis situasi. Untuk menguji hipotesis yang diformulasikan dari penemuan penelitian sebelumnya, maka Fiedler mengembangkan apa yang disebutnya model kontingensi dari kepemimpinan yang efektif menjelaskan model ini berisi hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan dideskripsikan oleh Fiedler sebagai tiga dimensi empiris yang dipertimbangkan yaitu:

 

1.    Leader member Relationship

Leader member relationship, yaitu hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompok merupakan variabel paling kritis dalam menentukan situasi menyenangkan yang memengaruhi gaya kepemimpinan paling efektif dan menggambarkan kualitas hubungan pemimpin dengan anggota kelompok (lebih hangat dan bersahabat, maka situasi lebih menguntungkan). Diemensi hubungan pemimpin dengan anggota (leader member relations) dipandang sebagai hal yang paling penting ditinjau dari sudut pemimpin, karena kuasa posisi dan struktur tugas boleh jadi sebagai besar dikendalikan oleh perusahaan atau organisasi. Seberapa besar anggota mendukung dan loyal kepada pemimpin yaitu dukungan pengikut pada pemimpin dan hubungan di antara pengikut, perbedaan pendapat dan konflik. Dimensi ini berkaitan dengan situasi sejauh mana anggota kelompok menyukai dan mempercayai pemimpin serta mau mengikutinya.[2]

 

2.      Degree of Task Structure

Degree of task structure, yaitu struktur tugas merupakan input penting kedua terhadap situasi yang menyenangkan menggambarkan kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompk untuk dilaksanakan yaitu susunan tugas yang dilaksanakan oleh bawahan lebih tersusun, lebih menguntungkan. Apabila tugas jelas, kualitas prestasi dapat dikendalikan dengan mudah, dan anggota kelompok dapat lebih pasti memikul tanggung jawab untuk berprestasi dibandingkan apabila tugas tidak jelas.

 

3.      Leader Position Power

Leader position power atau kekuasaan posisi, yaitu sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimilki oleh seorang pemimpin, karena posisinya akan diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa mimilki arti penting dan nilai dari setiap tugas-tugas mereka masing-masing.  Kekuatan juga mendeskripsikan sampai dimana seorang pemimpin menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi, dan penurunan pangkat.

Model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antarakarakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variable situsional.

Pada intinya kekuasaan dan kekuatan yang akan menentukan otoritas seorang pemimpin di dalam sebuah organisasi besar atau kecil.     

2.    Model Kepemimpinan Yetton dan Vroom

Model situasi yang direkomendasikan Victor Harold Vroom dan Philip Yetton (1973) adalah kondisi dimana pemimpin harus membagi kekuasaan dalam prosedur membuat keputusan. Vroom mengemukakan teori motivasi Expectancy Theory dan bersama Yetton dengan mengembangkan teori kepemimpinan pembuatan keputusan normatif.

Vroom dan Yetton mengasumsikan bahwa pemimpin harus cukup fleksibel untuk mengubah gaya supaya cocok dengan situasi. Fiedler berpendirian bahwa situasilah yang harus diubah supaya cocok dengan gaya kepemimpinan yang cukup keras dan sukar diubah.[3]

Model kepemimpinan ini menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam suatu situasi tertentu. Gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis dan gaya konsultatif, dan satu gaya berorientasi keputusan bersama.

Vroom dan Yetton dalam mengembangkan model mereka mengadakan beberapa asumsi. Asumsi-asumsi itu adalah:

a)      Model harus bermanfaat bagi para pemimpin bagi para pemimpin atau para manajer dalam menentukan gaya kepemimpinan manakah yang harus mereka gunakan dalam berbagai macam situasi.

b)      Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal yang dapat diterapkan dalam semua situasi.

c)      Perhatian pertama harus disesuaikan pada persoalan yang harus dipecahkan dan situasi dimana persoalan itu terjadi.

d)     Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi seharusnya tidak memaksa metode yang digunakan ke situasi yang lain.

e)      Ada beberapa proses social yang akan mempengaruhi jumlah partisipasi oleh bawahan dalam pengambilan keputusan.

f)       Dengan menerapkan asumsi ini kita model yang menyangkut pengambilan keputusan kepemimpinan.

Vroom dan Yetton menyarankan supaya para pemimpin melaksanakan suatu diagnosis mengenai situasi dan persoalan dengan menerapkan beberapa pengaturan tentang keputusan manakah yang cocok bagi situasi tertentu. Dengan diagnosis yang berhati-hati, pemimpin dapat meminimumkan kemungkinan menurunkannya mutu dan penerimaan keputusan. Peraturan keputusan diagnosis adalah:

1.      Peraturan Informasi Pemimpin (The Leader-Information Rule). Jika mutu keputusan itu penting dan pemimpin tidak memiliki informasi yang cukup atau ahli untuk memecahkan sendiri permasalahan, maka AL disingkirkan dari hal yang mungkin.

2.      Peraturan kesesuaian tujuan (The Goal Congruence Rule). Jika mutu keputusan itu penting dan bawahan tidak mungkin mengejar tujuan organisasi dalam usaha mereka memecahkan persoalan, maka GII disingkirkan sebagai gaya yang mungkin.

3.      Peraturan persoalan yang tidak tersusun (Unstructured problem rule). Dalam keputusan dimana  mutu keputusan itu penting, jika pemimpin tidak memiliki informasi yang dibutuhkan atau atau memecahkan sendiri persoalan, dan jika persoalan itu tidak tersusun, maka metode persoalan harus memberikan interaksi.[4]

 

3.    Model Kepemimpinan Jalur Tujuan (Path Goal Theory Of Leadership)

Mengacu kepada Robbins (1998 : 369) bahwa path goal theory of leadership dikembangkan oleh Robert House, yang esensi teorinya bahwa pekerjaan pemimpin untuk membantu para bawahan mencapai sasaran mereka dan memberikan arah yang penting atau dukungan untuk menjamin bahwa sasaran mereka cocok dengan semua  sasaran organisasi. Istilah “path-goal diambil dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif dapat menjelaskan jalan untuk membantu anggota memperoleh darimana untuk mencapai kinerja atau sasaran kerja serta membuat catatan jalan panjang yang mudah dengan mengurangi penghadang jalan dan lubang perangkap”.[5] Berdasarkan teori path-goal, perilaku kepemimpinan sebagai sumber pengaruh, dapat mengubah sikap, motivasi, dan perilaku individu bawahan (Malik et. Al., 2014).[6] Dengan kata lain, Path goal theory of leadership  menjelaskan bagaimana perilaku pemimpin memengaruhi motivasi bawahan dan pelaksanaan kerjanya dalam situasi kerja yang berbeda. Pemimpin menjadi efektif sebab pengaruh positif terhadap motivasi, kemampuan untuk bekerja dan kepuasan. Fokus teori ini adalah bagaimana seorang pemimpin akan memengaruhi persepsi bawahan atas sasaran kerja, pengembangan sasaran pribadi, dan dalam jalan mencapai tujuan atau sasaran.

Model kepemimpinan ini menitikberatkan pada pemimpin sebagai imbalan. Proposisi utama path goal theory ini menurut House dan Mithell (1974) menekankan bahwa perilaku pemimpin akan meningkatkan motivasi bawahan sejauh (1) pemimpin memuaskan kebutuhan para bawahan yang dikaitkan dengan pelaksanaan kerja yang efektif ; dan (2) pemimpin memberikan latihan, bimbingan, dan dukungan yang diperlukan, jika tidak akan mengalami kekurangan. Robbins lebih menegaskan perilaku pemimpin akan memberikan motivasi panjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif; (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif.

Ada empat perbedaan perilaku kepemimpinan yang dikemukakan dalam path-goal dengan menegaskan proposisi bahwa manajer dapat memudahkan kinerja menunjukkan kepada pegawai bagaiamana kinerja mereka secara langsung mempengaruhi penerimaan mereka terhadap keinginan imbalan. Versi teori Robert House oleh Luthans (2005: 558) menggabungkan empat tipe atau gaya kepemimpinan utama yaitu :

 

1.    Kepemimpinan Pengarah (Leader Directiveness)

Dalam arahan pemimpin cenderung untuk :

1)   Menetapkan pelaksanaan tujuan kelompok;

2)   Menetapkan tanggung jawab bagi pelaksanaan;

3)   Membentuk saluran komando yang pasti;

4)   Melatih pegawai untuk melaksanakan tugas;

5)   Memberikan informasi dan intruksi yang diperlukan;

6)   Menggunakan imbalan dan hukuman untuk mengontrol perilaku bawahan; dan

7)   Menetapkan hubungan prestasi-imbalan.

Gaya Lippit dan White, bawahan mengetahui dengan pasti apa yang diharapakan dari mereka, dan pemimpin pengarahan spesifik sementara bawahan tidak ada partispasi.

2.    Kepemimpinan Pendukung (Leader Supportiveness)

Leader supportiveness, pemimpin pendukung dapat disamakan dengan pemimpin yang mengutamakan hubungan kerja kemanusiaan. Pemimpin akan berpengaruh positif pada kepuasan bawahan bekerja pada situasi ketegangan, frustasi, atau tugas-tugas yang tidak memuaskan.[7] Leader supportiveness cenderung :

1)   Menunjukkan perhatian pada bawahan;

2)   Bersahabat dan mudah ditemui;

3)   Terus-menerus mengadkakan konsultasi pribadi;

4)   Mendorong bawahan unruk memperlihatkan perasaan dan perhatian mereka;

5)   Berusaha membuat keselarasan dalam kelompok kerja;

6)   Menggunakan imbalan sebagai alat memperoleh dukungan; dan

7)   Lebih banyak memakai imbalan positif darupada sanksi negatif.

Gaya kepemimpinan ini memiliki sikap ramah (friendly), mudah didekati (approachble), dan menunjukkan perhatian tulus (shows a genune concern) untuk bawahan.

 

3.    Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)

Kepemimpinan partisipatif adalah pemimpin yang berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil keputusan.[8] Participative leadership cenderung :

1)   Mengizinkan kelompok menetapkan pelaksanaan tujuan mereka sendiri ;

2)   Mengizinkan anggota kelompok menyusun pekerjaan mereka sendiri;

3)   Mengatasi perbedaan atau kesulitan dengan bawahan;

4)   Menggunakan peran serta bawahan sebagai alat komunikasi;

5)   Membolehkan anggota kelompok menjalankan kontrol atas kemajuab prestasi;

6)   Lebih banyak menggunakan sistem imbalan berdasarkan kelompok daripada individu; dan

7)   Sama-sama menanggung keberhasilan dan kegagalan kelompok dengan bawahan.

 

Gaya ini meminta dan menggunakan saran dari bawahan, tetapi masih membuat keputusan.[9]

 

4.    Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement Oriented Leadership)

Kepemimpinan beroerientasi prestasi adalah pemimpin yang menetapkan target, dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal untuk mengembangkan prsetasi dalam mencapai tujuannya.

Sedangkan menurut Gibson, et al (1997 : 287), keempat perilaku kepemimpinan meliputi :

1)   Memerintah (Directuve), yaitu pimpinan memberitahuapa dan kapan sesuatu dikerjakan pegawai, tidak ada partisipasi bawahan dalam pengambilan keptusan.

2)   Mendukung (Supportive), yaitu manajer menjadi sahabat bagi pegawai dan menunjukkan minat kepada mereka.

3)   Memudahkan (Fasilitative), yaitu pimpinan memberitahu sasaran dan melibatkan pegawai dalam pengambilan keputusan.

4)   Orientasi Prestasi (Achievement-Oriented), yaitu pimpinan membagikan sumbangan tujuan dan menunjukkan kepercayaan bahwa pegawai mampu mencapai tujuannya.

Keempat model kepemimpinan yang telah dipaparkan sudah banyak diteliti pada berbagai organisasi san institusi dalam menjelaskan perilaku kepemimpinan yang kondusif untuk diaplikasikan untuk mencapai tujuan organisasi.[10]

 

4.    Model Kepemimpinan Situsional Hersey-Blanchard

Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variable penentu kemampuan kepemimpinan. Studi-studi kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebihberdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.

            Teori kepemimpinan situasional menampilkan 4 model dengan ciri-ciri perilaku tersendiri dijelaskan Hersey dan Blanchard (1988 : 91), perilaku tersebut mencakup :

1)    Memberitahukan (telling), pemimpin memberitahukan instruksi spesifik dan menyelia pelaksanaan pekerjaan secara bersama.

2)      Menjajakan (selling), pemimpin menjelaskan keputusan dan memberi kesempatan kepada bawahan untuk memperoleh kejelasan.

3)      Mengikutsertakan (participating), pemimpin dan anggota tukar-menukar ide dan memudahkan dalam pengambilan keputusan.

4)      Mendelegasikan (delegating), pemimpin mendelegasikan tanggung jawab pengambilan keputusan.

Dalam penggunaan teori diatas, ada proses yang kurang diperhatikan bahwa sebagai model kepemimpinan situasional bahwa harus ada proses menyelami pikiran,  perasaan, dan harapan orang-orang yang ada dalam organisasi melalui dialog,  penjajakan, pendapat, dan komunikasi hal itu dapat menjadikan tempat beranjak nya pimpinan dalam menentukan arah, mencerahkan dan memotivasi anggota dalam mengejar tujuan, kepuasan, kinerja, mutu, dan pengembangan organisasi.[11]

 

Model-Model Kepemimpinan Masa Kini (Sekarang)

1.    Kepemimpinan Transformasional

Teori kepemimpinan transformasional secara kuat dipengaruhi oleh James Mcgregor Burns (1978), dan Bass (1985, 1996) yang membedakan esensi teorinya antara kepemimpinan transformasional dengan transaksional". Keduanya didefinisikan dalam cakupan istilah komponen perilaku yang digunakan mempengaruhi anggota dan pengaruh pimpinan atas anggota. Kepemimpinan transformasional memunculkan nilai moral pegawai dalam suatu usaha untuk menumbuhkan kesadaran tentang masalah etika dan menggerakkan energi mereka dan sumberdaya untuk mereformasi lembaga.Teori ini mengacu pada kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan pertimbangan danrangsangan intelektual yang individukan dan yang memiliki charisma. Dengan kata lain, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mampu memperhatikan keprihatinan dan kebutuhanpengembangan diri pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra untuk mencapai tujuan kelompok.

Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa pamimpin transformasional merupakan pemimpinyang kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visimasa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebihtinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.

Yamarino dan Bass (1990), pemimpin trasformasional harus mampu membujuk parabawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentinganorganisasi yang lebih besar.

Bass dan Avolio (1994), mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai “The Four I’s” :

a)    Perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati sekaligus mempercayai(Pengaruh ideal).

b)   Pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapanyang jelas terhadap prestasi bawahan (Motivasi-inspirasi).

c)    Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatifterhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual).

d)   Pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuhperhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhanbawahan akan pengembangan karir (konsederasi individu).

Menurut Gibson (1997: 314) dengan menyatakan visi, kepemimpinan transformasional membujuk anggota untuk bekerja keras untuk mencapai sasaran. Visi pimpinan memberikan kepada anggota sebagai motivasi bekerja keras yang memperoleh imbalan diri". Dalam kepemimpinan transformasional, para pengikut merasa percaya, terhormat, loyal dan hormat terhadap pimpinan, dan mereka terdorong melakukan lebih dari apa yang diharapkan untuk dilakukan. Mengacu kepada pendapat Bass, pemimpin melakukan transformasional dan memotivasi anggota dengan: 1) membuat bawahan lebih menyadari pentingnya hasil pekerjaan, 2) membujuk mereka meninggikan minat pribadi mereka bagi memelihara organisasi dan tim, 3) mengaktifkan kebutuhan akan aturan lebih tinggi". Sementara kepemimpinan transaksional mencakup suatu proses perubahan yang menghasilkan dalam hal pemenuhan harapan bawahan dengan pimpinan untuk menggerakkan antusiasme dan komitmen terhadap sasaran pekerjaan".

Perilaku kepemimpinan transformasional yaitu: 1) pengaruh ideal; perilaku yang muncul dari emosi memberi pengaruh kuat kepada pengikut dan identifikasi dengan pimpinan, 2) simulasi intelektual; adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut terhadap masalah dan mempengaruhi pengikut untuk memandang masalah dari perspektif baru, 3) penghargaan individu; mencakup memberikan dukungan, membangkitkan semangat, untuk melatih anggota, 4)  motivasi inspirasi; yang mencakup komunikasi kemunculan visi, menggunakan simbol terhadap fokus usaha bawahan perilaku teladan yang sesuai" (Yulk, 2006: 265). Itu artinya, kepemimpinan transformational senantiasa mengarahkan perubahan dengan pendekatan pemberdayaan personil sekolah. Perilaku kepemimpinan transformasional dipandang sebagai kasus khusus dari kepemimpinan transaksional, dengan reward pegawai adalah bersifat internal. Dengan menyatakan suatu visi, kepemimpinan transformasional membujuk anggota-anggotanya untuk bekerja dalam rangka mencapai sasaran yang nyata. Visi pimpinan memberikan kepada anggota dengan memotivasi untuk bekerja keras bersumber dengan imbalan pribadi bersifat internal.

Banyak peneliti dan praktisi managemen yang sepakat bahwa model kepemimpinantransformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristikpemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996).[12]

Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan di New Zealand, menunjukkan tidak adapertentangan dengan penemuan-penemuan sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinantransformasional. Disamping itu Parry juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapatdilatihkan, pendapat ini didasarkan pada temuan-temuannya yaitu keberhasilan pelatihankepemimpinan transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai berikut:

a.    Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan kepemimpinan transformasional lebih dari 11% (dilihatdari peningkatan hasil usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih.

b.    Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan sebesar 11% setelah dua hingga tiga bulan dilatih.

 

2.    Model Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional memotivasi pengikut dengan memunculkan adanya minat pribadi dan perubahan keuntungan" (Yulk, 2006: 251).

Bagi pemimpin bisnis, kepemimpinan transaksional bermakna memberikan gaji dan keuntungan lain sebagai pengembalian usaha atau pekerjaan. Perilaku kepemimpinan ini juga melibatkan nilai, tetapi nilai yang terkait dengan proses perubahan, seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan hubungan timbal balik.

Perilaku kepemimpinan transaksional akan menyesuaikan sasaran, arah dan misi untuk alasan praktis. Kepemimpinan transformasional membuat perubahan utama dalam organisasi atau unit misi, cara kerja bisnis, dan manajemen sumber daya manusia untuk mencapai visi mereka".

Perilaku kepemimpinan transformasional merupakan perubahan lebih lanjut perilaku kepemimpinan transaksional dengan kekuatan visi dan misi sebagai pemimpin organisasi. Dijelaskan Hesselbein (1996: 211) bahwa pemimpin yang mengarahkan kepada perubahan kualitatif tidak hanya memberi inspirasi, tetapi sekaligus mewujudkan visi dan misi.

Selanjutnya menurut Owens (1995: 122) bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan pimpinan berhubungan dengan anggota-anggotanya, yaitu:

1)      mendorong mereka menyatu dengan yang lain dalam rangka membagi visi, ke mana seharusnya organisasi pergi dan bagaimana mencapai visi tersebut,

2)      membangkitkan komitmen pribadi untuk berusaha membawa visi memasuki masa depan yang lebih baik,

3)      mengatur lingkungan kerja sama yang menjadikan tujuan sebagai nilai terpusat dalam organisasi, dan

4)      memudahkan pekerjaan yang mereka butuhkan melakukannya untuk mencapai visi.

Menurut Nanus dan Dobbs (1999: 6) bahwa seorang pimpinan organisasi non profit adalah seorang yang memimpin sumber daya orang, modal dan intelektual organisasi bergerak kepada arah yang benar. Secara lebih jelas, dinyatakan:

1)      Memimpin sumber daya berarti mengumpulkan, memfokuskan perhatian dan menginspirasi.

2)      Mendorong organisasi berarti memperkuatnya menuju peningkatan kinerja.

3)      Menentukan arah yang benar menuju kebaikan terbesar untuk dikejar.

Sebenarnya model atau gaya kepemimpinan yang menentukan munculnya perilaku kepemimpinan seseorang sebagaimana dikemukakan dalam teori perilaku kepemimpinan diatas. Hal yang penting bahwa setiap model perilaku kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan konteks di mana kepemimpinan tersebut berlangsung.[13]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAPUS

 

Chaniago, Aspizain. 2017. Pemimpin dan Kepemimpinan (Pendekatan Teori dan Studi Kasus). Jakarta : Lentera Ilmu Cendekia.

Bhayapradesita,Yussy. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Path-Goal Terhadap Intensitas Turnover dimediasi Oleh Komitmen Organisasional  (Studi Pada Karyawan Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Kediri)”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 7 (2), 1-17.

Farhan, Bayan Yousef. “Application Of Path-Goal Leadership Theory And Learning Theory In A Learning Organization”. The Journal of Applied Business Research, 34 (1), 13-22.

Sagala Syaiful. 2018. Pendekatan dan Model Kepemimpinan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Syafaruddin dan Asrul. 2015. Kepemimpinandan Pendidikan Kontemporer. Bandung : Cita Pustaka Media.



[1]Aspizain Chaniago, Pemimpin dan Kepemimpinan (Pendekatan Teori dan Studi Kasus) (Jakarta : Lentera Ilmu Cendekia, 2017), hal. 38.

[2]Syaiful Sagala, Pendekatan dan Model Kepemimpinan (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2018), hal. 122-123.

[3]Ibid., hal. 123-132.

[4]Ibid., hal. 123-132.

[5]Syafaruddin dan Asrul, Kepemimpinandan Pendidikan Kontemporer (Bandung: Cita Pustaka Media, 2015), hal. 67-68. 

[6]Bayan Yousef Farhan, “Application Of Path-Goal Leadership Theory And Learning Theory In A Learning Organization”, The Journal of Applied Business Research, Vol. 34 No. 1 (2018), hal. 17.

[7]Syaiful Sagala, Pendekatan dan Model Kepemimpinan (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2018), hal. 139-143.

[8]Yussy Bhayapradesita, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Path-Goal Terhadap Intensitas Turnover dimediasi Oleh Komitmen Organisasional  (Studi Pada Karyawan Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Kediri)”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, Vol. 7 No.2 (2018), hal. 6.

[9]Syaiful Sagala, Pendekatan dan Model Kepemimpinan (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2018), hal. 140-144.

[10]Syafaruddin dan Asrul, Kepemimpinandan Pendidikan Kontemporer (Bandung: Cita Pustaka Media, 2015), hal. 66.   

[11] Ibid., hal. 67.

[12]Ibid., hal. 67-68.  

[13] Ibid., hal. 67-68.

Komentar